Mengetik - Foto: Flickr
Otak menggunakan dua pengecekan berbeda untuk menghindari kesalahan pengetikan, menurut penelitian baru.
Dengan menggunakan aplikasi pengolahan kata yang disertai program pendukung untuk mengecek kesalahan pengetikan kata serta diam-diam memperbaiki kesalahan sang pengetik, para peneliti menjabarkan berbagai cara orang-orang melihat kesalahan mereka. Studi tersebut yang dipublikasikan di Science pada tanggal 29 Oktober, menyoroti kompleksitas monitoring performa.
Psikolog Gordon Logan dan koleganya Matthew Crump dari Universitas Vanderbilt di Nashville merekrut para ahli mengetik yaitu orang-orang yang mengetik lebih dari 40 kata per menit menggunakan semua jari mereka. Subyek-subyek ini mampu mengetik sebuah paragraf tentang "the merits of border collies" dengan akurasi di atas 90 persen.
Setelah para pengetik selesai mengetik, para peneliti menampilkan kesalahan pengetikan umum sekitar 6 persen dari jumlah kata yang muncul pada layar (mis. mengubah sweat menjadi swaet). Program/aplikasi tersebut juga mengkoreksi sekitar 45 persen kesalahan yang benar-benar dilakukan oleh para pengetik.
Pada survey setelah tes mengetik, para subyek pada dasarnya mengakui kesalahan pengetikan yang ditampilkan dan mengambil keuntungan dari koreksi para peneliti. Tak peduli apa yang benar-benar diketiknya, ketika sang pengetik melihat bahwa kata pada layar cocok dengan kata yang hendak diketiknya, dia menilai performanya akurat.
Akan tetapi kecepatan ketukan tombol mengungkapkan fakta yang lain. Setelah menekan tombol yang salah, jari-jari pengetik melambat untuk ketukan tombol berikutnya, walaupun para peneliti diam-diam memperbaiki kesalahan tersebut agar supaya tidak diperhatikan oleh sang pengetik. Dalam kasus ini, seorang pengetik tidak secara eksplisit sadar akan kesalahan tersebut, tapi meskipun demikian sinyal motorik otak berubah.
Logan mengatakan bahwa perubahan dalam pemilihan waktu atau timing ini merefleksikan sejenis penilaian performa otomatis. "Tubuh melakukan satu hal dan pikiran melakukan hal lainnya," katanya. "Apa yang kami temukan ialah bahwa jari-jari mengetahui hal yang sebenarnya." Demikian seperti yang dikutip dari ScienceNews, Kamis (28/10/10).
Banyak psikolog berpikir bahwa pikiran mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam berbagai cara, tapi "tak seorang pun yang menunjukkannya," kata Jonathan Cohen yang merupakan ilmuwan neurosains kognitif dari Universitas Princeton. "Di sini mereka mengembangkan suatu susunan eksperimen pintar untuk menjabarkan jenis-jenis sistem tersebut."
Hasilnya bisa mengungkapkan metode hirarki perbaikan kesalahan yaitu satu sistem "lebih rendah" melakukan kerja sebenarnya dan satu sistem "lebih tinggi" yang memberikan penghargaan dan kesalahan, kata Logan. Lapisan-lapisan kontrol ini bisa menjadi bukti dalam kegiatan-kegiatan seperti memainkan musik, berbicara dan berjalan ke suatu tujuan, kata Logan. Ketika seorang pria menuju ke sebuah restoran, otaknya memperhatikan tanda-tanda di jalan dan menjaganya tetap pada arah yang benar. Sementara itu kakinya terus berjalan mengarahkan jalan secara otomatis.
Belumlah jelas apakah dua jenis sistem pendeteksi kesalahan bekerja bersamaan atau bersikap tunduk terhadap sistem satunya, tutur Cohen. Sistem otomatis pada jari yang memenuhi seruan sistem yang lebih tinggi "merupakan permintaan yang bersifat intuitif," kata Cohen, "tapi apakah gagasan tersebut layak hingga kami memiliki gagasan lebih baik atau benar masih harus dilihat."
http://www.sciencemag.org/cgi/content/abstract/sci;330/6004/683
No comments:
Post a Comment