Menyusuri Musim Dingin di Jepang |
Jumat, 16 Juli 2010 13:11 | |
Jepang mendapat julukan sebagai negeri Matahari Terbit karena letaknya di sebelah Timur daratan Cina. Jepang di era moderen seperti sekarang juga dikenal sebagai negara ‘penghasil’ budaya pop seperti anime, manga, permainan video hingga kiblat mode. Namun Jepang juga menawarkan tempat wisata yang eksotik seperti yang baru saja dikunjungi korespenden Malang Post, Debora Hermine Kristiawati* beberapa waktu lalu. Berikut catatan dan foto-foto yang bisa kita simak. Akhirnya impian saya bisa berkunjung ke Jepang terwujud beberapa bulan lalu. Menggunakan direct flight Japan Airlines saya bersama rombongan berangkat dari malam hari dari Bandara Soekarno Hatta Cengkareng menuju Bandara Narita di Tokyo. Perjalanan selama delapan jam tak terasa melelahkan karena saya dan rombongan tour mendapat service yang memuaskan. Begitu pesawat landing di bandara Narita saya langsung teringat kalimat pembuka film The Last Samurai yang dibintangi Tom Cruise dan Ken Watanabe. “Ada satu legenda di Jepang, bahwa Jepang berasal dari Pedang, Sang Dewa membawa pedang dingin ke lautan, dan setelah didinginkan, jatuh kembali ke dalam lautan, kepingannya itulah menjadi daratan Jepang,” Saya menerjemahkan, di balik legenda itu maksud yang ingin disampaikan adalah Jepang terbuat dari tangan tangan pemberani. Sekarang saat saya berjumpa dengan sang tangan tangan pemberani tersebut. Saya tiba di Tokyo saat suhu di sana 7 derajat celcius dan tujuan pertama adalah Odaiba World Fashion Mall. Di sana saya dan beberapa peserta tour belanja baju hangat. Pada perjalanan ke mall kami melalui jalan tol. Di setiap pemberhentian (loket) tol, ada satu hal yang menarik perhatian saya. Hampir semua petugas tol adalah pria yang berusia lanjut. Ya, rupanya di Jepang untuk yang berusia lanjut (sudah pensiun) di sediakan lowongan kerja yang tidak membutuhkan banyak energi. Ada juga hal lain yang cukup membuat saya surprised ! Ketika melewati salah satu area ada banyak rumah- rumah darurat yang terbuat dari karton bekas yang ternyata dihuni tuna wisma. Di Odaiba World Fashion Mall, kami disambut dandanan remaja khas Jepang, yakni Harajuku. Yakni dandanan yang didominasi warna warni yang serba tabrakan, kaus kaki selutut dikenakan perempuan ber rok pendek, dengan warna yang berbeda antara kaki kanan dan kiri. Style rambut yang serba ‘tajam’, dengan arah ke atas atau ke bawah, make up tebal, accesories ramai dan bling. Mereka ingin berkata, inilah Harajuku ! Oh ya, sebelum saya lupa saya ingin cerita juga. Bahwa rasa makanan yang disajikan restoran di Jepang landai-landai saja alias plain. Mereka sih, berdalihnya demi kesehatan. Tapi yang namanya lidah Indonesia tetap tak bisa kompromi. Begitu tiba di restoran, maka keluarkan aneka ransum dari tanah air. Seperti sambal botol bahkan ada yang bawa sambal bajak goreng lengkap dengan aroma terasinya. Jadi, ransum dari tanah air semata mata hanya sebagai ‘pendorong’ makanan agar ‘iklas dan lancar’ ditelan.(*) Minim yang Penting Modis Ke Jepang kami juga ke Sega World. Tentunya brand ini sangat terkenal di Indonesia berkat aneka tools mainannya. Hari pertama di Tokyo kami juga berkunjung ke Hello Kitty Land. Saya tidak mengira, kalau ‘daratan’ ini ternyata hanya sebuah pusat penjualan boneka Hello Kitty yang di Jepang disebut Sanrio Puroland dengan entrance ticket sebesar 3000 Yen/orang. Kami juga berkunjung ke beberapa tempat populer lain seperti Tokyo Disneyland dan Tokyo Disney Sea. Di Disneyland kami menikmati permainan dan atraksi menarik bersama Mickey Mouse, Donald Duck dan teman-temannya. Sedangkan di Disney Sea kami menikmati permainan dan atraksi menarik seperti Journey to The Centre of The Earth, 20.000 Leagues Under The Sea. Termasuk permainan menyelusuri Goa Indiana Jones Adventure, jet coaster yang terdapat di dalam Gunung Berapi buatan lengkap dengan bunyi gemuruh dan asap merah yang tentunya buatan juga. Dalam moment seperti itu saya lebih suka memperhatikan penampilan orang-orang Jepang, baik laki-laki maupun perempuan. Kostum mereka bisa dibilang cukup minim untuk kondisi cuaca yang menggigit saat itu (sekitar 2 derajat celcius). Para perempuannya mengenakan rok sangat pendek, stocking tebal hitam, sepatu boots high heels, make up tebal, warna rambut coklat dan kuning. Hanya baju bagian atas saja yang masih menunjukkan kostum musin dingin. Tak lupa, rokok di tangan. Untuk kalangan perempuan muda Jepang, bisa dibilang mempunyai motto “Lebih baik menahan dingin 'sedikit', yang penting bisa tetap modis”. Itu versi saya lho ! Tujuan kami selanjutnya adalah kuil Senso-Ji yang berada di area bernama Asakusa, salah satu bagian kota tertua di Tokyo. Kuil Buddha ini di dedikasikan kepada Bodhisattva Kannon. Pada abad ke- 20, Asakusa merupakan pusat hiburan di Tokyo. Distrik yang berada di Taito ini pernah mengalami kerusakan yang parah akibat bom dari pasukan AS saat perang dunia ke II. Di dalam kuil ini pun terdapat gudang penyimpanan sake. Minuman beralkohol khas Jepang yang terbuat dari beras yang di fermentasi. Kuil ini memiliki ciri khas lampion raksasa.(*) Gunung Fuji, Aku Kan Kembali Inilah tempat yang paling dinanti untuk dikunjungi, Gunung Fujiyama. Akhirnya saya dan rombongan tour tiba di kawasan gunung setinggi 3776 meter dan tersohor dengan salju abadinya itu. Dan salah satu tempat yang terkenal di sana adalah kawasan penginapan Kawaguchi. Nah, dalam perjalanan ke Kawaguchi ternyata juga ada toko murah ala Indonesia sejenis serba lima ribu. Di kawasan itu serba 100 Yen ! Barang yang disediakan beragam. Mulai alat tulis sampai alat-alat dapur ada semua. Saya dan rombongan tiba di Kawaguchi ketika hari sudah gelap dan kami langsung cek in di salah satu penginapan. Walaupun penginapan tersebut bukan hotel berbintang, tapi tempatnya sangat hangat dan nyaman karena bangunan terbuat dari kayu. Dan sekali lagi kami melihat realita bahwa kaum manula di sana sangat diberi kesempatan untuk tetap bisa bekerja.. Hampir semua staff di penginapan tersebut adalah kaum manula. Yang membuat miris hati saya, pada saat kami makan malam di satu ruangan yang ber-tatami (alas lantai yang terbuat dari anyaman kulit kayu halus), para staf mengantarkan makanan makanan dengan tangan gemetar karena faktor usia, ditambah suhu di sana yang sangat dingin. Di penginapan tersebut terdapat fasilitas onzen (pemandian air panas belerang). Kamar-kamar didesain dengan konsep Old Traditional Style yang ber- tatami, kasur tidur tanpa funiture, kamar mandi tanpa shower, tapi semuanya sangat bersih dan cukup terawat. Tapi sayang, impina saya ke Gunung Fuji tak tersampaikan. Karena pada hari itu salju turun makin menebal. Dan rencana kunjungan ke Taman Nasional Hakone serta lembah Owakudani pun di batalkan karena akses ke area tersebut sudah di tutup dikarenakan hujan salju yang makin tebal. Tapi kekecewaan kami sedikit terobati dengan menyelusuri danau Ashi menggunakan kapal ferry. Apalagi saya juga berkunjung ke Osaka Castle. Di atas kawasan seluas 1 km persegi ini dikelilingi benteng tembok curam dari bongkahan batu granit menghadap ke parit yang lebar dan dalam. Istana ini dibangun oleh Toyomi Hideyoshi tahun 1583. Nasib istana ini bisa dikatakan jelek, berkali kali kena musibah. Mulai dari blokade/serangan Shogun Edo yang menghancurkan istana, kebakaran akibat sambaran petir, sampai kena serangan bom pesawat Amerika pada PD II. Berkali-kali hancur, pernah sampai rata dengan tanah, tapi selalu di bangun kembali. Namun dalam hati saya tetap ada tekad, saya harus kembali lagi ke Jepang. Demi bersua secara langsung dengan Gunung Fujiyama.(*) |
No comments:
Post a Comment