Pages

Tuesday, 19 October 2010

BONDAN PRAKOSO  dari Lumba2 ke FADE 2 BLACK

E-mail Print PDF
bondan-fade-MastengBI
Bondan Prakoso dan Fade 2 Black (Hono/BI)
APAPUN yg terjadi,,
ku kan slalu ada untukmu..
Janganlah kau bersedih..
coz everything's gonna be OKAY Penggalan lirik di atas pasti tidak asing lagi di telinga Anda. Terdapat dalam lagu berjudul “Ya Sudahlah” yang dinyanyikan dengan manis oleh si empunya lagu, Bondan Prakoso & Fade 2 Black. Tidak heran lagu ini booming, karena itu memiliki notasi yang ringan, ear catchy, dan lirik yang mudah dicerna. Bukan tanpa pertimbangan “Ya Sudahlah” dijadikan singel pertama dari album ketiga Bondan Prakoso & Fade 2 Black yang bertajuk For All ini.
Berbicara tentang album Bondan Prakoso & Fade 2 Black, tidak lepas dari peran Bondan sebagai produser, arranger, player, sekaligus penyanyinya. Bondan terkenal sebagai musisi yang memiliki sisi idealis yang memperkuat karakter setiap karyanya. Tentu saja karakter itu tidak didapatnya dalam satu malam, melainkan melalui perjalanan yang tidak mudah.
Bondan terjun ke dunia musik sejak usianya 5 tahun. Lingkungan dan orang-orang di sekitarnya yang membuatnya bermusik. Lili Yulianingsih, ibu Bondan merupakan penyanyi keroncong, sedangkan  Sisco Batara, ayah Bondan merupakan komposer dan arranger musik. “Yang memperkenalkan musik adalah ayah saya. Karier saya dimulai sejak usai 5 tahun. Ayah saya mengetes saya dengan membuatkan satu lagu. Kata lainnya, saya disuruh rekaman. Selain saya ada kakak dan adik saya yang juga diberi kesempatan sama. Ayah saya menilai sayalah yang paling menonjol,” cerita Bondan saat kami temui usai mengisi acara On The Spot di Trans 7, Rabu (11/8) malam lalu.
Pada usia 6 tahun, kala Bondan duduk di kelas 1 SD, melahirkan album pertama. Di kelas 2 SD, Bondan merilis album ke-2, dan begitu selanjutnya. Album Bondan sebagai penyanyi cilik yang meledak di pasaran adalah album Si Lumba-Lumba. Selain lagunya yang mengena di telinga anak-anak, aksi salto ke belakang Bondan di klipnya menjadi daya tarik sendiri. “Itu album kelima saya, saat itu saya kelas 5 SD,” seru Bondan. Sebagai penyanyi cilik, Bondan mengoleksi 7 album.
Setelah merampungkan album ketujuhnya, Bondan mengalami masa puber. Bondan mulai tertarik mempelajari alat instrumen musik, seperti gitar, drum, kibor, dan yang terakhir bas. Ketika belajar bermain bas, Bondan langsung jatuh hati. Saat mulai berkenalan dengan dunia band, Bondan disarankan kakaknya, pemain drum, untuk mendalami bas. “Dia bilang, pemain gitar yang jago sudah banyak. Tapi, pemain bas yang jago masih sedikit. Saat itu eranya bas lebih banyak berdiri di belakang, mengisi rhythm bersama drum. Saya lantas diberi referensi lagu-lagu. Lagu yang nyantol sekali di telinga saya adalah ‘Aeroplane’ milik Red Hot Chili Peppers.
Bondan fokus melatih keterampilan bermain bas. Keinginan bermain bas Bondan sampaikan juga kepada ayahnya. Ayah Bondan kemudian menghubungi temannya, Budi, pemain bas band Xspin. “Om Budi datang ke rumah membawa basnya. Dalam waktu sebulan tapi tidak intensif, saya diajari bermain bas. Kadang seminggu sekali atau 2 kali,” beri tahu Bondan. Setelah sebulan mengajar, Budi pergi ke Brunei. Bondan meneruskan belajar bas secara otodidak dengan mengulik lagu-lagu Red Hot Chili Pappers dan menonton video pelajaran bas. Dalam waktu satu tahun, Bondan sudah mahir. Ada masanya dalam satu hari, Bondan 8 jam belajar main bas. “Itu berlangsung selama 6 bulan,” ujar Bondan.
Apa yang dilakukan Bondan tidak akan mungkin berbuah jika ia tidak memiliki kesenangan, keinginan kuat, dan hasrat dalam bermain musik. “Saat masih menjadi penyanyi cilik, semua yang membentuk adalah ayah saya, dari mulai lirik, musik, hingga koreografi. Kadang saya menikmati, kadang saya jenuh. Saat bermusik dengan band, saya menemukan sisi lain dalam bermusik. Ada instrumen-instrumen yang dimainkan bersamaan. Di situ saya menemukan jiwa saya, hasrat saya dalam bermusik. Saat saya kecil, saya lebih menuruti apa kata orangtua, berbeda saat saya ngeband, saya merasa terpanggil dan merasakan kenikmatan bermain musik,” papar Bondan.
Bondan mendirikan band pertamanya, Funky Kopral. Sebelum merilis album, Funky Kopral melanglang buana di dunia musik amatir selama 3 tahun. “Tahun 1999 dirilis album pertama Funky Kopral. Tahun 2000 album kedua dan kolaborasi dengan Setiawan Djody tahun 2002. Tahun 2003 saya resign dari Funky Kopral karena merasa progresnya stagnan,” cerita Bondan singkat. Album dengan Setiawan Djody menghasilkan penghargaan AMI Sharp Awards 2003 untuk kategori Kolaborasi Rock Terbaik. Lepas dari Funky Kopral, Bondan menyelesaikan kuliahnya di D3 Sastra Belanda Universitas Indonesia. Di pengujung kelulusannya tahun 2004, Bondan bertemu dengan grup rap Fade 2 Black. “Sebelumnya saya dengan Tito Fade 2 Black pernah punya proyek bareng. Mengiringi penyanyi Belgia. Dari situ saya sering ngobrol sama Tito. Tito punya passion juga di dunia musik, khususnya rap. Dia cerita tentang Fade 2 Black, bagaimana dia berjuang membesarkan komunitas hip hop di Bogor,” kata Bondan. Bondan mengusulkan sebuah proyek kepada Fade 2 Black. Mencoba mengangkat musik rap.
Bondan lantas dikenalkan dengan 2 anggota Fade 2 Black lainnya, Eja dan Ari. Kali pertama berkenalan, Bondan langsung menodong dengan gitarnya untuk membuat lagu. Alhasil, perkenalan pertama mereka membuahkan 3 lagu. Saat ini sudah 3 album yang mereka hasilkan: Respect (2005),  Unity (2007), dan For All (2010). “Di album pertama kami ada rock funk, jazz, cha cha, R&B, yang dikombinasikan dengan rap. Di album kedua ada keroncong, reggae, ballad. Di album ketiga punya ska, punk melodic, hip metal, pop cengeng era ‘80-an,” papar Bondan.

No comments:

Post a Comment